Pemerintah kebut penyusunan Regulasi AI di Indonesia, siap uji publik Agustus 2025. Apa saja poin penting dalam peta jalan ini dan dampaknya bagi Anda?
TechnonesiaID - Perkembangan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) melesat bak roket. Dari ChatGPT yang mampu menulis esai hingga Midjourney yang bisa melukis gambar sureal, AI telah merasuki berbagai aspek kehidupan kita. Di tengah euforia ini, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dan mengambil langkah strategis yang sangat penting.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah mengebut penyusunan Peta Jalan AI Nasional yang akan menjadi fondasi bagi Peraturan Presiden (Perpres) tentang AI. Ini bukan sekadar dokumen birokrasi, melainkan sebuah cetak biru yang akan menentukan arah pengembangan dan pemanfaatan AI di tanah air.
Baca Juga
Advertisement
Mengapa Regulasi AI di Indonesia Sangat Mendesak?
Anda mungkin bertanya, mengapa AI perlu diatur? Bukankah lebih baik dibiarkan berkembang bebas agar inovasi tidak terhambat? Pertanyaan ini sangat valid. Namun, layaknya teknologi kuat lainnya, AI adalah pedang bermata dua.
Di satu sisi, AI menawarkan potensi luar biasa untuk kemajuan ekonomi, efisiensi layanan publik, hingga terobosan di bidang kesehatan dan pendidikan. Di sisi lain, tanpa pagar pengaman yang jelas, AI dapat memunculkan risiko serius seperti:
- Diskriminasi dan Bias: Algoritma yang dilatih dengan data bias dapat menghasilkan keputusan yang tidak adil, misalnya dalam proses rekrutmen atau pengajuan kredit.
- Pelanggaran Privasi: Penggunaan data pribadi secara masif untuk melatih model AI memunculkan kekhawatiran besar terkait keamanan dan privasi data.
- Misinformasi dan Disinformasi: Teknologi deepfake yang semakin canggih dapat digunakan untuk menciptakan hoaks yang sangat meyakinkan dan berpotensi mengganggu stabilitas sosial.
- Akuntabilitas: Jika sebuah mobil otonom berbasis AI mengalami kecelakaan, siapa yang bertanggung jawab? Pemilik, produsen mobil, atau pembuat perangkat lunak AI?
Melihat potensi dan risiko tersebut, penyusunan regulasi AI di Indonesia menjadi sebuah keniscayaan. Tujuannya bukan untuk mematikan inovasi, melainkan untuk membangun ekosistem yang aman, etis, dan bertanggung jawab.
Baca Juga
Advertisement
3 Poin Krusial dalam Peta Jalan Regulasi AI Nasional
Menurut Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria, penyusunan regulasi ini dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Ada tiga pilar utama yang menjadi fondasi dari peta jalan ini.
1. Pendekatan “Light-Touch” yang Pro-Inovasi
Kominfo sadar betul bahwa regulasi yang terlalu ketat atau heavy-handed dapat membunuh kreativitas dan menghambat pertumbuhan startup AI lokal. Oleh karena itu, pendekatan yang dipilih adalah “light-touch regulation”.
Artinya, pemerintah tidak akan mengatur setiap detail teknis dari pengembangan AI. Sebaliknya, regulasi akan fokus pada prinsip-prinsip dasar dan kerangka etis yang harus dipatuhi. Tujuannya adalah memberikan ruang gerak yang luas bagi para inovator untuk bereksperimen, sambil memastikan produk yang mereka hasilkan tetap aman dan bermanfaat bagi masyarakat.
Baca Juga
Advertisement
2. Berbasis Risiko dan Berstandar Global
Tidak semua aplikasi AI memiliki tingkat risiko yang sama. Menggunakan AI untuk merekomendasikan film tentu berbeda risikonya dengan menggunakan AI untuk mendiagnosis penyakit. Inilah mengapa Peta Jalan AI Nasional akan mengadopsi pendekatan berbasis risiko (risk-based approach).
Aplikasi AI dengan risiko tinggi (seperti di sektor keuangan, kesehatan, dan penegakan hukum) akan dikenai aturan yang lebih ketat. Sementara itu, aplikasi dengan risiko rendah akan memiliki regulasi yang lebih longgar. Pendekatan ini sejalan dengan praktik terbaik di tingkat global.
Untuk memastikan regulasi ini kredibel dan komprehensif, Indonesia melakukan benchmark terhadap beberapa kerangka acuan internasional, antara lain:
Baca Juga
Advertisement
- EU AI Act: Regulasi AI pertama di dunia yang komprehensif dari Uni Eropa.
- NIST AI Risk Management Framework: Kerangka kerja manajemen risiko AI dari Amerika Serikat.
- UNESCO’s Recommendation on the Ethics of AI: Rekomendasi etika AI global dari UNESCO.
3. Fokus pada Etika dan Tata Kelola yang Jelas
Pilar ketiga yang tak kalah penting adalah penekanan pada etika dan tata kelola (ethics and governance). Ini adalah jantung dari regulasi AI yang bertanggung jawab.
Beberapa prinsip etis yang kemungkinan besar akan diadopsi meliputi transparansi, keadilan, akuntabilitas, dan keamanan. Para pengembang dan pengguna AI nantinya diharapkan dapat menjelaskan cara kerja algoritma mereka, memastikan tidak ada bias yang merugikan, dan memiliki mekanisme pertanggungjawaban jika terjadi kesalahan. Perlindungan data pribadi, sejalan dengan UU PDP, juga akan menjadi komponen inti.
Baca Juga
Advertisement