Gelombang PHK di Indonesia kian nyata! Jutaan pekerja terancam. Kenali 5 penyebab PHK di Indonesia dan dampaknya. Simak analisisnya!
TechnonesiaID - Kabar kurang sedap kembali menghampiri dunia kerja Tanah Air. Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) seolah menjadi hantu yang terus membayangi, menimbulkan kecemasan bagi jutaan pekerja di berbagai sektor. Situasi ini bukan isapan jempol belaka, karena data dan prediksi dari berbagai lembaga menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.
Bayangkan saja, pada tahun 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 3 juta pekerja di industri tekstil berpotensi kehilangan sumber penghidupannya. Angka ini tentu sangat signifikan dan berdampak luas.
Baca Juga
Advertisement
Belum lagi, sekitar 70% pelaku usaha perhotelan dan restoran di ibu kota, Jakarta, juga telah mengisyaratkan adanya rencana untuk melakukan efisiensi karyawan melalui PHK. Fenomena ini jelas menjadi lampu kuning bagi stabilitas ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Mengungkap 5 Penyebab PHK di Indonesia yang Kian Mengkhawatirkan
Meningkatnya kasus PHK tentu tidak terjadi tanpa sebab. Berbagai faktor kompleks saling berkelindan, menciptakan tekanan berat bagi dunia usaha yang akhirnya berimbas pada nasib para pekerja. Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyoroti beberapa pemicu utama. Berikut adalah analisis mendalam mengenai 5 penyebab PHK di Indonesia yang perlu kita pahami bersama:
1. Perlambatan Ekonomi Global dan Nasional
Roda ekonomi global yang melambat tak pelak memberikan getaran hingga ke sendi-sendi perekonomian nasional. Ketika permintaan global menurun, sektor-sektor yang berorientasi ekspor seperti manufaktur dan tekstil akan merasakan dampaknya secara langsung. Produksi berkurang, pesanan sepi, dan akhirnya perusahaan terpaksa mengambil langkah pahit berupa PHK untuk bertahan.
Baca Juga
Advertisement
Di tingkat nasional, inflasi yang belum sepenuhnya terkendali, suku bunga yang cenderung tinggi untuk menahan laju inflasi, serta daya beli masyarakat yang melemah juga turut berkontribusi. Perusahaan menghadapi biaya operasional yang meningkat sementara penjualan menurun, menciptakan dilema yang sulit.
2. Disrupsi Teknologi dan Otomatisasi Industri
Kemajuan teknologi bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia membawa efisiensi dan produktivitas. Namun, di sisi lain, otomatisasi dan digitalisasi mulai menggantikan peran tenaga kerja manusia di berbagai lini pekerjaan, terutama yang bersifat repetitif. Ini menjadi salah satu penyebab PHK di Indonesia yang semakin terasa, khususnya di sektor manufaktur padat karya.
Perusahaan berlomba-lomba mengadopsi teknologi baru untuk meningkatkan daya saing. Pekerjaan yang dulu membutuhkan banyak orang, kini bisa diselesaikan oleh mesin atau sistem cerdas dengan lebih cepat dan akurat. Jika pekerja tidak meningkatkan keahliannya (upskilling dan reskilling), mereka rentan tergeser.
Baca Juga
Advertisement
3. Perubahan Perilaku Konsumen dan Tren Pasar
Pandemi COVID-19 telah mengubah banyak hal, termasuk perilaku konsumen. Preferensi belanja online yang meningkat, permintaan akan produk ramah lingkungan, hingga perubahan gaya hidup, semuanya mempengaruhi model bisnis perusahaan. Perusahaan yang gagal beradaptasi dengan cepat akan kehilangan pasar.
Misalnya, industri ritel fisik harus bersaing ketat dengan e-commerce. Industri pariwisata dan perhotelan juga harus menyesuaikan layanan mereka dengan protokol kesehatan dan preferensi wisatawan yang baru. Ketidakmampuan beradaptasi ini bisa berujung pada penurunan pendapatan dan, pada akhirnya, PHK.
4. Kebijakan Pemerintah dan Regulasi Ketenagakerjaan
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, baik terkait upah minimum, perpajakan, maupun regulasi ketenagakerjaan lainnya, juga memiliki andil. Meskipun tujuannya baik, terkadang implementasi atau substansi kebijakan tersebut dapat memberatkan pengusaha, terutama usaha kecil dan menengah (UKM).
Baca Juga
Advertisement
Kenaikan biaya tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas atau dukungan fiskal yang memadai dapat mendorong perusahaan untuk mencari cara menekan biaya, salah satunya melalui pengurangan jumlah karyawan. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam menciptakan iklim investasi dan ketenagakerjaan yang kondusif.
5. Efisiensi Perusahaan dan Restrukturisasi Bisnis
Dalam menghadapi persaingan yang ketat dan kondisi ekonomi yang tidak menentu, banyak perusahaan melakukan efisiensi dan restrukturisasi. Langkah ini bisa berupa merger, akuisisi, atau penutupan unit bisnis yang dianggap tidak lagi profitabel. Imbasnya, seringkali terjadi redundansi pekerjaan yang berujung pada PHK.
Restrukturisasi ini sejatinya bertujuan untuk membuat perusahaan lebih ramping, lincah, dan kompetitif di masa depan. Namun, bagi pekerja yang terdampak, ini adalah kenyataan pahit yang harus dihadapi. Ini menggarisbawahi pentingnya memiliki dana darurat dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar.
Baca Juga
Advertisement