Sering kesal internet lemot saat streaming? Terungkap, tanggung jawab platform OTT seperti Netflix & YouTube jadi penyebab utamanya. Simak faktanya!
TechnonesiaID - Lagi asyik nonton serial favorit, tiba-tiba gambar macet dan muncul ikon buffering yang menyebalkan. Atau mungkin saat sedang video call penting, suara dan gambar putus-putus. Pengalaman seperti ini pasti sudah tidak asing lagi bagi pengguna internet di Indonesia. Seringkali, kita langsung menyalahkan provider internet yang digunakan.
Namun, tahukah Anda? Ada perdebatan besar di balik layar industri digital yang ternyata menjadi salah satu akar masalah ini. Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) baru-baru ini menyuarakan pandangan yang mengejutkan banyak orang: sudah saatnya platform raksasa Over-the-Top (OTT) seperti Netflix, YouTube, WhatsApp, dan Spotify ikut bertanggung jawab.
Baca Juga
Advertisement
Apa Itu Platform OTT dan Kenapa Mereka Jadi Sorotan?
Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita pahami dulu apa itu OTT. Sederhananya, OTT adalah layanan konten—baik itu video, pesan, atau musik—yang dikirimkan melalui jaringan internet. Anda tidak perlu berlangganan TV kabel untuk nonton Netflix, atau bayar pulsa operator untuk kirim pesan via WhatsApp. Anda hanya butuh koneksi internet.
Masalahnya, layanan ini “memakan” data atau bandwidth dalam jumlah yang sangat besar. Bayangkan jaringan internet sebagai sebuah jalan tol. Provider telekomunikasi (seperti Telkomsel, Indosat, XL) adalah pihak yang membangun dan merawat jalan tol tersebut dengan biaya triliunan rupiah. Sementara itu, platform OTT adalah bus-bus dan truk-truk raksasa yang lalu-lalang di jalan tol itu setiap hari, mengangkut penumpang (konten) dan mendapatkan keuntungan besar.
Menurut ATSI, truk-truk raksasa ini tidak ikut membayar biaya perawatan jalan tol. Akibatnya, jalanan menjadi cepat rusak dan macet, yang pada akhirnya merugikan semua pengguna jalan, termasuk Anda.
Baca Juga
Advertisement
Fakta 1: Dominasi Lalu Lintas Data oleh OTT
Menurut berbagai laporan global, konten video menyumbang lebih dari 65% dari total lalu lintas internet dunia. Platform seperti YouTube dan Netflix adalah kontributor utamanya. Di Indonesia, angkanya bahkan bisa lebih tinggi mengingat masifnya penggunaan media sosial dan platform streaming.
ATSI mengeluhkan bahwa selama satu dekade terakhir, sebagian besar “kue” bisnis telekomunikasi telah diserap oleh para pemain OTT global ini. Provider lokal berinvestasi besar-besaran untuk membangun infrastruktur, namun keuntungan terbesarnya dinikmati oleh perusahaan asing.
Mengapa Tanggung Jawab Platform OTT Jadi Isu Krusial?
Permintaan agar platform OTT ikut berkontribusi bukanlah tanpa alasan. Ada beberapa dampak krusial jika kondisi ini terus dibiarkan, yang semuanya bermuara pada kualitas layanan yang Anda terima sebagai pengguna.
Baca Juga
Advertisement
Fakta 2: Beban Investasi yang Tidak Seimbang
Untuk menjaga agar internet tetap ngebut dan stabil, provider harus terus menerus melakukan upgrade dan pemeliharaan jaringan. Ini adalah investasi yang sangat mahal. Ketika pendapatan mereka tergerus oleh OTT, kemampuan mereka untuk berinvestasi kembali pada infrastruktur menjadi terbatas.
Pada akhirnya, ini bisa memperlambat adopsi teknologi baru seperti 5G yang lebih merata atau perbaikan kualitas jaringan di daerah-daerah terpencil. Jaringan menjadi “sesak” karena tidak diimbangi dengan perluasan kapasitas yang memadai.
Fakta 3: Kualitas Pengalaman Pengguna (QoE) Menurun
Inilah dampak yang paling Anda rasakan. Ketika jaringan terbebani oleh lalu lintas data dari layanan streaming video 4K, game online, dan panggilan video tanpa henti, maka kualitas pengalaman (Quality of Experience) untuk semua pengguna akan menurun. Ini adalah salah satu penyebab internet Indonesia lemot yang jarang disadari publik.
Baca Juga
Advertisement
Fakta 4: Gagasan “Fair Share Contribution” Bukan Hal Baru
Indonesia bukan satu-satunya negara yang menyuarakan hal ini. Di Korea Selatan dan beberapa negara Eropa, wacana mengenai “fair share contribution” atau kontribusi yang adil sudah menjadi perdebatan panas. Idenya sederhana: platform yang menghasilkan lalu lintas data terbesar dan mendapat keuntungan komersial darinya, harus ikut berkontribusi pada biaya pemeliharaan jaringan yang mereka gunakan.
Beberapa skema yang diusulkan antara lain:
- Mekanisme kontribusi langsung dari OTT kepada provider.
- Pembentukan dana universal yang dikelola bersama untuk pengembangan infrastruktur.
- Regulasi yang mewajibkan OTT untuk berinvestasi pada teknologi efisiensi jaringan.
Fakta 5: Ini Bukan Tentang Membebankan Biaya ke Pengguna
Penting untuk digarisbawahi, usulan ini ditujukan sebagai kolaborasi bisnis-ke-bisnis (B2B), bukan untuk membebankan biaya tambahan kepada Anda sebagai konsumen. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat dan berkelanjutan, di mana semua pihak yang mendapat keuntungan ikut serta dalam menanggung biaya operasionalnya.
Baca Juga
Advertisement
Menuju Ekosistem Digital yang Lebih Adil
Masalah internet yang lambat ternyata jauh lebih kompleks daripada sekadar memilih provider yang “tepat”. Ada dinamika industri raksasa di baliknya, di mana beban infrastruktur saat ini terasa sangat timpang.
Gagasan mengenai Tanggung Jawab Platform OTT adalah sebuah langkah penting untuk menata ulang ekosistem digital agar lebih adil. Jika platform digital raksasa ikut berkontribusi dalam menjaga “kesehatan” jaringan internet, maka pada akhirnya yang diuntungkan adalah kita semua: para pengguna yang mendambakan koneksi internet yang cepat, stabil, dan andal di seluruh penjuru Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Elektronik, Anime, Game, Tech dan Berita Tekno lainnya setiap hari melalui social media TechnoNesia. Ikuti kami di :
- Instagram : @technonesia_id
- Facebook : Technonesia ID
- X (Twitter) : @technonesia_id
- Whatsapp Channel : Technonesia.ID
- Google News : TECHNONESIA