Selat Muria kembali menjadi perbincangan setelah 300 tahun. Simak 3 alasan ilmiah di balik potensi Munculnya Selat Muria Kembali menurut ahli Geologi BRIN.
TechnonesiaID - Kabar mengenai potensi kembalinya Selat Muria setelah menghilang selama tiga abad telah memicu diskusi luas, terutama setelah wilayah pesisir utara Jawa Tengah dilanda banjir besar. Dahulu kala, selat ini merupakan jalur air vital yang memisahkan daratan utama Jawa dengan Pulau Muria (tempat berdirinya Gunung Muria).
Namun, dalam rentang waktu sekitar 300 tahun, selat tersebut perlahan mengalami sedimentasi masif, mengubahnya menjadi daratan subur yang kita kenal sekarang.
Baca Juga
Advertisement
Fenomena banjir yang melanda Demak, Kudus, hingga Pati belakangan ini, di mana air bertahan dalam waktu lama, sontak mengingatkan pada kondisi geografis di masa lalu. Apakah ini sinyal alam bahwa Selat Muria benar-benar akan kembali?
Misteri di Balik Munculnya Selat Muria Kembali
Isu mengenai kembalinya jalur air bersejarah ini bukan sekadar cerita rakyat atau spekulasi. Ilmu geologi memberikan dasar kuat mengenai kerentanan wilayah tersebut terhadap perubahan. Wilayah pesisir utara Jawa, khususnya yang merupakan bekas Selat Muria, memiliki karakteristik tanah yang unik.
Pakar Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Soebowo, angkat bicara mengenai potensi ini. Ia mengakui bahwa kemungkinan Munculnya Selat Muria Kembali itu ada, namun penyebabnya lebih kompleks daripada sekadar banjir tahunan.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Eko, material sedimen yang mengisi bekas selat tersebut memiliki sifat yang mudah mengalami penurunan atau subsiden, terutama ketika mendapat beban tambahan.
“Materialnya itu kalau ada beban akan mudah mengalami penurunan,” jelasnya. Ini berarti bahwa faktor-faktor seperti tekanan air, pembangunan infrastruktur, hingga proses geologis alami memainkan peran yang jauh lebih besar.
Fakta Geologi Selat Muria: Mengapa Jawa Utara Rentan Tenggelam?
Bekas wilayah Selat Muria adalah cekungan yang diisi oleh endapan sungai dan material lumpur yang terbawa dari pegunungan di sekitarnya selama ribuan tahun. Material ini dikenal sebagai sedimen aluvial, yang cenderung tidak padat dan rentan terhadap kompresi.
Baca Juga
Advertisement
Area ini meliputi kabupaten Pati, Kudus, Demak, hingga Grobogan. Dahulu, kota-kota yang sekarang berada di pedalaman seperti Demak dan Kudus merupakan kota pelabuhan yang sangat strategis.
Potensi Munculnya Selat Muria Kembali didasarkan pada kombinasi unik antara struktur geologi tanah yang “lunak” dengan tekanan lingkungan modern.
3 Alasan Ilmiah di Balik Potensi Munculnya Selat Muria Kembali
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan analisis geologi dan kondisi lingkungan saat ini, setidaknya ada tiga faktor utama yang mendorong wilayah bekas Selat Muria ini rentan terhadap genangan air permanen (kembali menjadi selat):
- 1. Subsiden akibat Beban Material (Konsolidasi Sedimen)
- 2. Eksploitasi Air Tanah Berlebihan
- 3. Peningkatan Permukaan Air Laut (Sea Level Rise)
Ketika material endapan yang belum sepenuhnya padat (seperti lumpur bekas selat) dibebani oleh air, bangunan, atau sedimen baru, air di dalamnya akan terdorong keluar. Proses ini menyebabkan tanah “menciut” atau turun. Fenomena ini dipercepat oleh tingginya curah hujan yang membuat tanah jenuh, menambah bobot dan mempercepat konsolidasi sedimen.
Ini adalah faktor antropogenik (disebabkan manusia) yang paling signifikan di banyak wilayah pesisir Indonesia. Ketika air tanah yang berada di bawah lapisan tanah ditarik keluar secara masif, pori-pori di dalam tanah menjadi kosong. Lapisan sedimen di atasnya kemudian runtuh ke dalam ruang kosong tersebut, menyebabkan permukaan tanah turun secara permanen.
Baca Juga
Advertisement
Meskipun subsiden adalah masalah lokal, ancaman global dari pemanasan iklim tidak bisa diabaikan. Kenaikan muka air laut secara global tentu memperburuk keadaan di wilayah yang sudah mengalami penurunan tanah. Bahkan kenaikan permukaan laut yang kecil pun akan signifikan, karena sebagian besar wilayah bekas Selat Muria berada pada elevasi yang sangat rendah, mendekati atau bahkan di bawah permukaan laut saat pasang.
Fakta Geologi Selat Muria: Dari Jalur Perdagangan Emas hingga Daratan Subur
Selat Muria bukan hanya sekadar celah air, tetapi merupakan jalur perdagangan maritim yang sangat penting pada masanya. Selat ini menghubungkan pantai utara Jawa dengan pelabuhan-pelabuhan di sekitar Gunung Muria, memungkinkan kerajaan-kerajaan seperti Demak untuk mencapai puncak kejayaan maritim.
Wilayah seperti Jepara, yang sekarang dikenal sebagai kota ukir, dulunya adalah kota pesisir yang menghadap langsung ke laut lepas, yang saat ini harus melalui daratan yang luas.
Baca Juga
Advertisement
Proses hilangnya Selat Muria sekitar 300 tahun lalu terjadi karena sedimentasi yang masif dan berkelanjutan. Sungai-sungai besar seperti Sungai Serang terus membawa material vulkanik dan aluvial dari pegunungan, mengisi cekungan selat sedikit demi sedikit hingga akhirnya menyatu dengan daratan Jawa.
Saat ini, wilayah bekas selat tersebut dikenal sebagai dataran rendah yang sangat subur, menjadikannya lumbung pangan penting di Jawa Tengah.
Ancaman Tersembunyi di Pesisir Utara Jawa
Fenomena subsiden atau penurunan tanah bukanlah isu baru di Indonesia. Jakarta telah lama menghadapi masalah yang sama, namun potensi kembalinya Selat Muria membawa implikasi geologis dan historis yang unik.
Baca Juga
Advertisement
Apabila tren penurunan tanah terus berlanjut tanpa penanganan yang tepat—terutama terkait pengendalian eksploitasi air tanah dan pembangunan yang tidak memperhatikan struktur geologis—maka wilayah yang dulunya adalah laut mungkin akan kembali menjadi laut.
BRIN menekankan pentingnya riset mendalam dan pemetaan geologi terperinci di wilayah pesisir Jawa Tengah.
Kita perlu memahami secara pasti seberapa cepat laju penurunan tanah di masing-masing area. Data ini krusial untuk menentukan kebijakan tata ruang dan mitigasi bencana banjir di masa depan.
Baca Juga
Advertisement
Langkah Mitigasi dan Pengawasan
Untuk mencegah potensi tergenangnya wilayah bekas Selat Muria secara permanen, beberapa langkah mitigasi kritis harus segera diimplementasikan oleh pemerintah daerah dan pusat:
- Pengendalian Air Tanah: Memperketat regulasi mengenai izin pengeboran dan penggunaan air tanah industri maupun rumah tangga untuk mengurangi laju subsiden.
- Penguatan Infrastruktur Pantai: Pembangunan sistem drainase yang lebih baik, tanggul laut (sea wall), dan pembangunan infrastruktur yang adaptif terhadap perubahan iklim dan penurunan tanah.
- Restorasi Ekosistem Pesisir: Penanaman kembali hutan mangrove dan vegetasi pantai sebagai penahan alami terhadap abrasi dan intrusi air laut.
- Pemetaan Berkelanjutan: Melakukan pemantauan laju subsiden secara berkala menggunakan teknologi GPS geodetik dan citra satelit.
Kesimpulan: Masa Depan Selat Muria
Kemungkinan Munculnya Selat Muria Kembali bukanlah sekadar ramalan, melainkan skenario geologis yang didukung oleh data ilmiah, terutama mengenai kerapuhan tanah di wilayah tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Meskipun banjir besar memicu kecurigaan, akar masalahnya terletak pada penurunan tanah yang dipercepat oleh faktor alam dan aktivitas manusia. Para ahli dari BRIN telah memberikan peringatan bahwa jika kita tidak segera bertindak untuk mengelola air tanah dan membangun dengan bijak, warisan sejarah yang hilang ini mungkin akan kembali, namun kali ini sebagai bencana ekologis dan ekonomi.
Menjaga wilayah pesisir Jawa Tengah agar tetap menjadi daratan subur memerlukan sinergi antara kebijakan pemerintah, penerapan teknologi mitigasi, dan kesadaran masyarakat akan kerentanan lingkungan di sekitar mereka.
Baca Juga
Advertisement
Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Elektronik, Anime, Game, Tech dan Berita Tekno lainnya setiap hari melalui social media TechnoNesia. Ikuti kami di :
- Instagram : @technonesia_id
- Facebook : Technonesia ID
- X (Twitter) : @technonesia_id
- Whatsapp Channel : Technonesia.ID
- Google News : TECHNONESIA