Kontroversi ledakan sekolah dikaitkan dengan game. Bagaimana reaksi tokoh Esport RI terhadap wacana pembatasan PUBG? Simak analisis mendalam dan 5 fakta krusial yang wajib Anda ketahui.
TechnonesiaID - Isu mengenai potensi pembatasan atau bahkan pelarangan terhadap game populer bergenre First Person Shooter (FPS) kembali mencuat di Indonesia. Kali ini, game PUBG (PlayerUnknown’s Battlegrounds) menjadi sorotan utama setelah dikaitkan dengan insiden ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta beberapa waktu lalu.
Kaitan yang muncul ini sontak menimbulkan wacana pembatasan PUBG di kalangan masyarakat dan beberapa pemangku kepentingan, yang khawatir akan potensi dampak negatif game terhadap perilaku. Namun, di tengah panasnya perdebatan ini, suara keras dan lugas datang dari tokoh penting di dunia Esport Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Mantan Ketua Umum Indonesia Esports Association (IESPA), Bapak Eddy Lim, memberikan komentar tajam. Menurutnya, mengaitkan kasus serius seperti ledakan dengan sebuah game adalah bentuk penyederhanaan masalah yang tidak tepat. Pandangannya ini membawa kita pada pertanyaan mendasar: Benarkah PUBG patut dibatasi hanya karena kasus tunggal ini?
Mengapa Wacana Pembatasan PUBG Muncul Kembali?
Wacana pembatasan game, terutama yang bergenre FPS dan melibatkan elemen kekerasan, bukanlah hal baru. Namun, isu ini menjadi sangat sensitif ketika dikaitkan dengan peristiwa kriminal yang melibatkan kaum muda, seperti yang terjadi pasca insiden di SMAN 72 Jakarta.
Dalam konteks ini, muncul anggapan bahwa paparan terhadap simulasi kekerasan dalam game dapat memengaruhi mentalitas dan memicu tindakan ekstrem di dunia nyata. Anggapan ini sering kali didasarkan pada kekhawatiran yang wajar dari orang tua dan pendidik.
Baca Juga
Advertisement
Namun, penting untuk ditekankan bahwa korelasi (keterkaitan) tidak selalu berarti kausalitas (hubungan sebab-akibat). Justru di sinilah peran para ahli dan praktisi industri Esport dibutuhkan untuk meluruskan narasi publik.
Reaksi Keras Tokoh Esport Terhadap Wacana Pembatasan PUBG
Eddy Lim, salah satu figur sentral dalam pengembangan Esport di Tanah Air, menegaskan bahwa kasus ledakan tersebut memiliki akar permasalahan yang jauh lebih kompleks dibandingkan sekadar pengaruh sebuah permainan.
Dalam komentarnya kepada CNBC Indonesia, Eddy Lim menyatakan, “PUBG dimainkan oleh satu dunia. Tidak ada yang blokir karena menyebabkan bom di sekolah. Kasus bom adalah karena alasan yang berbeda. Bukan karena pengaruh game.”
Baca Juga
Advertisement
Pernyataan ini menyoroti bahwa jika PUBG benar-benar menjadi pemicu kekerasan massal, seharusnya sudah ada tindakan serupa di negara-negara lain yang memiliki basis pemain PUBG yang jauh lebih besar dan intensif.
Bukan Hanya PUBG, Jika Ada Dampak Game FPS Harus Sama Rata
Argumen Eddy Lim tidak berhenti di situ. Ia juga menantang logika yang hanya menargetkan satu game spesifik, yaitu PUBG. Menurutnya, jika memang kekhawatiran itu terletak pada genre first person shooter (FPS) secara keseluruhan, maka pembatasan harus diberlakukan secara merata untuk semua game di genre tersebut, bukan hanya fokus pada PUBG Mobile atau PUBG PC.
Hal ini menggarisbawahi pentingnya objektivitas dan analisis mendalam sebelum mengambil keputusan yang berdampak besar pada industri kreatif dan jutaan pemain.
Baca Juga
Advertisement
Pembatasan game FPS secara selektif seperti ini dinilai tidak adil dan tidak efektif, karena mengabaikan ratusan judul game lain yang memiliki mekanisme permainan serupa dan popularitas tinggi di Indonesia.
5 Fakta Krusial: Membedah Argumen di Balik Dampak Game PUBG
Untuk memahami mengapa wacana pembatasan PUBG ini perlu disikapi dengan bijak, kita perlu melihat lebih dalam pada fakta-fakta yang diungkap oleh para ahli psikologi, pegiat Esport, dan data global:
- Fakta 1: Konsensus Global Mengenai Kekerasan. Sebagian besar studi psikologis skala besar menunjukkan bahwa game tidak secara langsung menyebabkan perilaku kekerasan ekstrem. Faktor penyebab utama biasanya lebih berkaitan dengan masalah kesehatan mental, lingkungan sosial, dan riwayat trauma individu.
- Fakta 2: Sistem Rating Usia yang Berlaku. PUBG, seperti game lain, memiliki sistem rating usia (PEGI, ESRB, atau IGRS di Indonesia). Tugas utama pengawasan seharusnya berpusat pada kepatuhan rating ini, memastikan game dimainkan oleh audiens yang dewasa dan bertanggung jawab.
- Fakta 3: Kontribusi Ekonomi dan Olahraga. PUBG bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga merupakan pilar penting dalam ekosistem Esport Indonesia. Pembatasan dapat merugikan atlet, organisasi, dan ribuan lapangan kerja yang bergantung pada industri ini, yang nilai ekonominya terus meningkat.
- Fakta 4: Simulasi vs. Realitas. Para pemain profesional dan kasual mampu membedakan dengan jelas antara simulasi dalam game dan etika di dunia nyata. Kemampuan membedakan ini adalah kunci untuk menolak anggapan bahwa aksi di layar dapat ditransfer langsung ke tindakan kriminal.
- Fakta 5: Kasus di Dunia Adalah Anomali. Seperti yang disampaikan Eddy Lim, ledakan di sekolah adalah kasus anomali yang harus diselidiki akarnya, entah itu terkait radikalisme, bullying, atau masalah pribadi yang berat, bukan hanya berfokus pada media hiburan yang kebetulan dikonsumsi pelaku.
Menimbang Regulasi dan Masa Depan Industri Esport Indonesia
Industri Esport di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, didukung oleh talenta-talenta muda yang berprestasi di kancah internasional. Dampak game PUBG terhadap industri ini sangat signifikan, menjadikannya salah satu judul yang paling banyak dipertandingkan dan diminati.
Baca Juga
Advertisement
Regulasi memang penting. Namun, pendekatan yang paling konstruktif adalah dengan meningkatkan literasi digital dan pengawasan dari keluarga, bukan dengan melarang produk hiburan secara menyeluruh tanpa bukti kausalitas yang kuat.
Pemerintah dan pemangku kebijakan harus berhati-hati dalam merespons desakan publik yang emosional. Keputusan terkait pembatasan harus didasarkan pada data ilmiah dan analisis risiko yang komprehensif, bukan hanya pada kasus tunggal yang belum terbukti hubungannya secara langsung.
Fokus Pada Akar Masalah, Bukan Sekadar Permainan
Jika kekerasan atau tindakan ekstrem terjadi, masyarakat perlu berfokus pada solusi yang lebih fundamental. Ini termasuk penguatan mental remaja, peningkatan kualitas pendidikan moral, dan penanganan isu kesehatan mental yang sering kali menjadi pemicu utama tindakan negatif.
Baca Juga
Advertisement
Pendekatan yang hanya menyalahkan game akan mengalihkan perhatian dari masalah sosial yang lebih dalam dan krusial. Industri Esport Indonesia berharap wacana pembatasan PUBG ini dihentikan, dan energi dialihkan untuk menciptakan lingkungan bermain game yang lebih sehat dan edukatif.
Game adalah cermin, bukan penyebab. Selama mekanisme pengawasan usia dan edukasi digital diperkuat, game seperti PUBG akan tetap menjadi media hiburan dan kompetisi yang positif, alih-alih dicap sebagai pemicu kejahatan.
Baca Juga
Advertisement
Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Elektronik, Anime, Game, Tech dan Berita Tekno lainnya setiap hari melalui social media TechnoNesia. Ikuti kami di :
- Instagram : @technonesia_id
- Facebook : Technonesia ID
- X (Twitter) : @technonesia_id
- Whatsapp Channel : Technonesia.ID
- Google News : TECHNONESIA